pexblue

pexblue

Monday, January 17, 2011

tangisan anisku syg

Dia berbisik ketelingaku, “Terima kasih ya Mat. Manisah…” Belum sempat dia menghabiskan kata-katanya, aku bertanya, “Manisah puas…?”. Dia tersenyum dan mengangguk. “Dua kali!”, jawabnya ringkas.

“Mat kamu memang hebat, penismu juga besar! panjang!”, katanya.
Sementara itu ia mengocokkan batang penisku. Suaranya membangkitkan gairahku.

“Manisah suka?”, tanyaku. Dia tersenyum. Dia mengangguk tanda suka. Saat itu juga tanganku memegang buah dadanya. Tangannya mengocok terus penisku. Penisku tegang lagi. Kami jadi terangsang lagi.

“Manisah mau lagi?”, tanyaku dengan suara manja. Dia tersenyum manis. Apa yang kuimpikan kini benar-benar menjadi kenyataan. Perlahan-lahan kubuka selimutnya. Kulihat kaki Manisah sudah mengejang. Sedikit demi sedikit terus kutarik selimutnya ke bawah. Segunduk daging mulai terlihat. Ufff…, detak jantungku kembali berdegup kencang. Kunikmati kembali tubuh Manisah tanpa perlawanan. Gundukan bukit kecil yang bersih, dengan bulu-bulu tipis yang mulai tumbuh di sekelilingnya, tampak berkilat di depanku.

Kurentangkan kedua kakinya hingga terlihat sebuah celah kecil di balik gundukan bukit Manisah. Kedua belahan bibir mungil kemaluannya kubuka. Melalui celah itu kulihat semua rahasia di dalamnya. Aku menelan air liurku sendiri sambil melihat kenikmatan yang telah menanti. Kudekatkan kepalaku untuk meneliti pemandangan yang lebih jelas. Memang indah membangkitkan birahi. Tak mampu aku menahan ledakan birahi yang menghambat nafasku. Segera kudekatkan mulutku sambil mengecup bibir kemaluan Manisah dengan bibir dan lidahku.

Rakus sekali lidahku menjilati setiap bagian kemaluan Manisah. Terasa seperti tak ingin aku menyia-nyiakan kesempatan yang dihidangkannya. Setiap kali lidahku menekan keras ke bagian daging kecil yang menonjol di mulut vaginanya, Manisah mendesis dan mendesah keenakan. Lidah dan bibirku menjilat dan mengecup perlahan. Beberapa kali kulihat Manisah mengejangkan kakinya.

Aku sangat menikmati bau khas dari liang kemaluan Manisah yang memenuhi relung hidungku. Membuat lidahku bergerak semakin menggila. Kutekan lidahku ke lubang kemaluan Manisah yang kini sedikit terbuka. Rasanya ingin kumasukkan lebih dalam lagi, tapi tidak bisa. Mungkin karena lidahku kurang keras. Tetapi, kelunakan lidahku itu membuat Manisah beberapa kali mengerang karena nikmat.

Dalam keadaan sudah terangsang, kutarik tubuh Manisah ke posisi menungging. Ia menuruti permintaanku dan bertanya dengan nada manja. “Mat mau diapakan badan Manisah?”, bisiknya. Aku rasa dia tak pernah diperlakukan seperti ini oleh suaminya dulu. Aku diam saja. Kuatur posisinya.. Air mazi Manisah sudah membasahi kemaluannya. Kubuka pintu kemaluannya. Kulihat dan perhatikan dengan seksama. Memang aku tidak pernah melihat kemaluan wanita serapat itu. Jelas semua! Bulu kemaluan Mbak Limah yang lembab dan melekat berserakan di sekitar vaginanya. Kusibakkan sedikit untuk memberi ruang. Kumasukkan jari telunjukku ke dalam lubang vaginanya. Kumain-mainkan di dalamnya. Kulihat Manisah menggoyang punggungnya. Kucium dan kugigit daging kenyal punggungnya yang putih bersih itu. Kemudan kurangkul pinggangnya. Kumasukkan penisku ke liang vaginanya. Pinggang Manisah seperti terhentak.

Perlahan-lahan kutusukkan penisku yang besar panjang ke lubang vaginanya dengan posisi “doggy-style”. Tusukanku semakin kencang. Nafsu syahwatku kembali sangat terangsang. Kali ini berkali-kali aku mendorong dan menarik penisku. Hentakanku memang kasar dan ganas. Kuraih pinggang Manisah. Kemudian beralih ke buah dadanya. Kuremas-remas semauku, bebas. Rambutnya acak-acakan.

Lama juga Manisah menahan lampiasan nafsuku kali ini. Hampir setengah jam. Maklumlah ini adalah kedua kalinya. Tusukanku memang hebat. Kadang cepat, kadang pelan. Kudorong-dorong tubuh Manisah. Dia melenguh. Dengusan dari hidungnya memanjang. Berkali-kali. Seperti orang terengah-engah kecapaian. “Ehh.. ek, Ekh, Ekh.”

Akirnya aku merasakan air maniku hampir muntah lagi. Waktu itu kurangkul kedua bahu Manisah sambil menusukkan penisku ke dalam. Tenggelam semuanya hingga ke pangkalnya. Waktu itulah kumuntahkan spermaku. Kutarik lagi, dan kuhunjamkan lagi ke dalam. Tiga empat kali kugoyang seperti itu. Manisah terlihat pasrah mengikuti hentakanku.

Kemudian kupeluk tubuhnya walaupun penisku masih tertancap di dalam kemaluannya. Kuelus-elus buah dadanya. Kudekati mukanya. Kami berciuman. Begitu lama hingga terasa penisku kembali normal. Manisah sepertinya kelelahan. Keringat bercucuran di dahi kami. Kami telentang miring sambil berpelukan. Manisah terlihat lemas lalu tertidur…

No comments:

Post a Comment